Sistem Informasi Manajemen Perlindungan Pertanian

MENU

Organisme Penganggu Tanaman (OPT) pada tanaman Holtikultura

Organisme Penganggu Tanaman (OPT) pada tanaman Holtikultura

  1. Cabai Merah

Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Luas areal pertanaman cabai merah di Indonesia tahun 2003, tercatat sekitar 176.264.000 ha atau sekitar 30% dari luas areal panen sayuran (Dirjen Bina Produksi Hortikultura 2004; Pusat Data dan Informasi Pertanian, 2004)  dengan  hasil  panen  berkisar  antara 1,6 t/ha sampai dengan 11,2 t/ha atau rata-rata sebesar 5,5 t/ha.

Masih terdapat kesenjangan antara produktivitas riil di tingkat usahatani  dan  produktivitas  potensial  cabai   yang   dapat  mencapai 12 – 15 t/ha. Masalah yang selalu muncul dalam proses produksi cabai merah adalah adanya gangguan hama yang kadang-kadang infestasinya diluar dugaan. Sampai saat ini ada 14 jenis hama penting yang dilaporkan menyerang tanaman cabai di lapangan. Hama penting pada tanaman cabai antara lain trips (Thrips parvispinus Karny), kutu daun persik (Myzus persicae Sulz.), tungau teh kuning ( Polyphagotarsonemus latus Banks.), ulat buah (Helicoverpa armigera Hubn.), ulat grayak (Spodoptera litura F.), kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.), lalat buah (Bactrocera dorsalis Hendel), wereng kapas (Empoasca lybica de Bergevin & Zanon), gangsir (Brachytrypes portentotus Licht.), anjing tanah (Gryllotalpa africana Pal.), ulat tanah (Agrotis ipsilon Hufn.), uret (Phyllophaga spp), ulat bawang (Spodoptera exigua Hubn.), dan lalat pengorok daun (Liriomyza huidobrensis Blanchard). Kehilangan hasil karena Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) tersebut berkisar antara 20 – 100%.

Gangguan OPT dianggap kendala terpenting karena untuk menanggulanginya petani biasanya menggunakan pestisida yang dianggap satu-satunya cara tercepat dan paling efektif untuk mempertahankan hasil panennya. Pestisida bagi petani pada umumnya dianggap sebagai jaminan produksi, sehingga penggunaannya cenderung kurang bijaksana dengan                                                                                                                                                                   Balai Penelitian Tanaman Sayuran  2 jumlah dan jenisnya yang berlebihan. Konsekuensi penggunaan pestisida yang berlebihan adalah pemborosan yang hanya meningkatkan biaya produksi. Dampaknya mengakibatkan kerugian yang lebih besar lagi seperti pencemaran racun pestisida pada hasil panen dan lingkungan, musnahnya musuh alami, timbulnya ketahanan OPT serta terjadinya peledakan populasi OPT-OPT tertentu. Rehabilitasi keadaan yang seperti tersebut akan lebih sulit, memakan waktu yang lebih lama dan tentu saja biayanya akan jauh lebih mahal.

Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menerapkan teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT), yaitu budidaya tanaman sehat sesuai dengan agroekosistemnya, konservasi dan pemanfaatan musuh-musuh alami, pemantauan OPT secara rutin sehingga pestisida selektif hanya digunakan setelah OPT mencapai ambang pengendalian, dan menjadikan petani sebagai pakar PHT di lahannya sendiri. Menurut Untung (1993) sasaran penerapan PHT adalah :(1) produktivitas pertanian tetap tinggi; (2) kesejahteraan petani meningkat; (3) populasi OPT dan kerusakan yang ditimbulkannya tetap pada tingkatan yang secara ekonomis tidak merugikan, dan (4) kualitas dan keseimbangan agroekosistem terjamin dalam upaya mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.

 

HAMA PENTING TANAMAN CABAI MERAH

Banyak jenis hama yang menyerang tanaman cabai merah sejak dari persemaian sampai panen. Namun demikian, sebenarnya hanya beberapa jenis hama saja yang merupakan hama utama (Tabel 1). Hama utama adalah hama yang terus menerus merusak dan secara ekonomis merugikan, sehingga selalu perlu dilakukan tindakan pengendalian. Hama kedua adalah hama yang kadang-kadang merusak dan merugikan sehingga perlu dilakukan tindakan pengendalian. Pemahaman biologi dan ekologi hama utama dan kedua merupakan dasar dan langkah awal yang perlu dilakukan agar upaya pengendaliannya dapat berhasil dengan baik.

  • Trips (T. parvispinus)

Trips menyerang tanaman cabai sepanjang tahun, serangan hebat umumnya terjadi pada musim kemarau. Serangga dewasa bersayap seperti jumbai (sisir bersisi dua), sedangkan nimfa tidak bersayap. Warna tubuh nimfa kuning pucat, sedangkan serangga dewasa berwarna kuning sampai coklat kehitaman. Panjang tubuh sekitar 0.8 – 0.9 mm. Daur hidup trips dari telur sampai dewasa di dataran rendah berkisar antara 7 – 12 hari.

  • Kutu daun Persik (M. persicae)

Kutu daun persik selalu ditemukan di areal pertanaman cabai merah. Ukuran tubuhnya kecil (1 – 2 mm), Kutudaun muda (nimfa atau apterae) dan dewasa (imago atau alatae) mempunyai antena yang relatif panjang, kira-kira sepanjang tubuhnya. Nimfa dan imago (bersayap) mempunyai sepasang tonjolan pada ujung abdomen yang disebut kornikel.

 

 

  • Ulat Bawang ( exigua)

Ngengat berwarna kelabu dengan sayap depan berbintik  kuning. Seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur sebanyak 1.000 butir. Telur diletakkan secara berkelompok pada tanaman cabai atau gulma yang tumbuh disekitarnya. Telur dilapisi oleh bulu-bulu putih yang berasal dari sisik tubuh induknya. Telur berwarna putih, dengan bentuk bulat atau bulat telur (lonjong) dengan ukuran sekitar 0,5 mm.  Larva berbentuk bulat panjang, berwarna hijau atau coklat dengan kepala berwarna kuning  kehijauan.  Lamanya daur hidup sekitar 15 – 17 hari pada suhu 30 – 33 0C (Gambar 11). Pupa dibentuk dalam tanah.  Hama ini bersifat polifag. Lebih dari 200 jenis tanaman menjadi inangnya. Tanaman inang lain yaitu bawang kucai, bawang daun, bawang putih, kubis, kentang, jagung, dll. Gejala serangan berupa bercak-bercak putih transparan pada daun.

 

 

MUSUH  ALAMI  HAMA-HAMA  PENTING   PADA  TANAMAN  CABAI MERAH

Teknologi pengendalian  hama- hama  penting yang dianjurkan dewasa ini lebih diarahkan pada usaha mengurangi penggunaan pestisida dan meningkatkan cara pengendalian yang aman, memiliki resiko rendah dan akrab terhadap lingkungan. Pengendalian hama dengan menggunakan musuh alami merupakan cara pengendalian yang aman, memiliki efek negatif yang rendah dan akrab terhadap lingkungan.  Beberapa musuh alami hama-hama  penting tanaman cabai merah dijelaskan pada uraian berikut ini.

Musuh Alami Trips (T. parvispinus)

Musuh alami penting yang diketahui menyerang trips antara lain predator Amblyseius cucumeris, Cheilomenes sexmaculata, Coccinella transversalis (Gambar 24), dan Chilocorus nigritus. Mikroorganisme yang diketahui efektif terhadap trips antara lain adalah Beauveria bassiana dan Verticillium lecanii. Populasi trips mampu ditekan hingga 27 – 36% .

 

 

  1. transversalis

 

Musuh Alami Kutudaun Persik (M. persicae)

Beberapa musuh alami penting yang menyerang kutudaun di lapangan antara lain adalah parasitoid Aphidius sp., predator kumbang macan  Menochilus sp.,  larva Syrphidae, dan cendawan Entomophthora sp.

 

 

  1. persicae yang terparasi dan Imago Aphidius sp.

3.5. Musuh Alami Ulat Bawang (S. exigua)

Musuh alami yang potensial menyerang ulat bawang di lapangan adalah virus patogen SeNPV dan cendawan Paecilomyces fumoso roseus.

 

Cendawan Paecilomyces fumoso roseus.

 

 

PENGENDALIAN HAMA-HAMA PENTING  PADA TANAMAN CABAI MERAH

Banyak komponen teknologi atau cara pengendalian hama yang tersedia untuk digunakan, sebagian komponen teknologi tersebut telah lama digunakan, tetapi ada juga yang relatif baru. Beberapa komponen pengendalian yang dapat diterapkan pada tanaman cabai merah dijelaskan pada uraian berikut ini.

  • Pengelolaan Ekosistem dengan Cara Bercocok Tanam

Pengelolaan ekosistem yang baik akan mengakibatkan pertanaman cabai merah  memiliki “ketahanan lingkungan”. Hal ini disebabkan pertumbuhan tanaman tidak sesuai (sinkron) dengan siklus perkembangan hama atau kurang sesuai secara nutrisi, iklim mikro dan populasi musuh alami meningkat serta lebih beragam. Contoh-contoh :

  • Pengolahan tanah yang baik dapat mematikan pupa yang ada di dalam tanah dan memungkinkan hama tersebut terkena kondisi yang tidak menguntungkan seperti panas oleh sinar matahari maupun kondisi dingin.
  • Pemupukan berimbang Keseimbangan nutrisi (nitrogen, fosfor, dan kalium) dan dosis penggunaan pupuk yang tepat adalah penting untuk mendukung pertumbuhan tanaman dan melindungi serangan OPT.
  • Penggunaan pupuk kandang yang matang dapat mengurangi serangan Gryllotalpa sp.
  • Pengelolaan Ekosistem dengan Cara Bercocok Tanam

Pengelolaan ekosistem yang baik akan mengakibatkan pertanaman cabai merah  memiliki “ketahanan lingkungan”. Hal ini disebabkan pertumbuhan tanaman tidak sesuai (sinkron) dengan siklus perkembangan hama atau kurang sesuai secara nutrisi, iklim mikro dan populasi musuh alami meningkat serta lebih beragam.

Contoh-contoh :

  • Pengolahan tanah yang baik dapat mematikan pupa yang ada di dalam tanah dan memungkinkan hama tersebut terkena kondisi yang tidak menguntungkan seperti panas oleh sinar matahari maupun kondisi dingin.
  • Pemupukan berimbang Keseimbangan nutrisi (nitrogen, fosfor, dan kalium) dan dosis penggunaan pupuk yang tepat adalah penting untuk mendukung pertumbuhan tanaman dan melindungi serangan OPT.
  • Penggunaan pupuk kandang yang matang dapat mengurangi serangan Gryllotalpa sp.
  • Pengelolaan Ekosistem dengan Cara Bercocok Tanam

Pengelolaan ekosistem yang baik akan mengakibatkan pertanaman cabai merah  memiliki “ketahanan lingkungan”. Hal ini disebabkan pertumbuhan tanaman tidak sesuai (sinkron) dengan siklus perkembangan hama atau kurang sesuai secara nutrisi, iklim mikro dan populasi musuh alami meningkat serta lebih beragam.

Contoh-contoh :

  • Pengolahan tanah yang baik dapat mematikan pupa yang ada di dalam tanah dan memungkinkan hama tersebut terkena kondisi yang tidak menguntungkan seperti panas oleh sinar matahari maupun kondisi dingin.
  • Pemupukan berimbang Keseimbangan nutrisi (nitrogen, fosfor, dan kalium) dan dosis penggunaan pupuk yang tepat adalah penting untuk mendukung pertumbuhan tanaman dan melindungi serangan OPT. • Penggunaan pupuk kandang yang matang dapat mengurangi serangan Gryllotalpa sp.
  • Penggunaan Biopestisida

Biopestisida merupakan produk alami, bersifat spesifik dan “mudah diterima kembali” oleh alam. Dengan demikian, biopestisida pada umumnya aman bagi manusia dan lingkungan.  Biopestisida biasanya dapat dibuat dengan teknologi yang relatif sederhana. Beberapa contoh cara pembuatan biopestisida disajikan dalam uraian berikut ini.

Cara pembuatan ekstrak kasar biopestisida yang berasal dari virus patogen (NPV) Cara pembuatan ekstrak kasar NPV adalah sebagai berikut :

  • Larva S. litura atau H. armigera yang terinfeksi oleh virus NPV, dikumpulkan dari pertanaman cabai merah di lapangan. Ciri khas larva yang terinfeksi oleh NPV adalah kemampuan makannya berkurang, gerakannya lambat, tubuhnya membengkak dan warna kulitnya berkilau.
  • Sebanyak 5 ekor S. litura atau H. armigera yang terinfeksi oleh virus NPV digerus di atas mortar atau alat penggerus lainnya sampai halus. • Diencerkan dengan 1 liter air bersih, kemudian diaduk hingga rata.
  • Ke dalam larutan tersebut ditambahkan Agristick (perekat perata) sebanyak 1 ml per liter air, kemudian diaduk sampai rata.
  • Larutan ekstrak kasar tersebut siap disemprotkan pada pertanaman cabai merah. • Untuk memperoleh larutan NPV sebanyak 1 tangki semprot (17 liter), diperlukan larva S. litura sebanyak 85 ekor dan H. armigera sebanyak 170 ekor.

Cara pembuatan insektisida nabati

Ramuan untuk mengendalikan OPT penting pada tanaman cabai

Bahan : Daun mimba 8 kg,

Lengkuas 6 kg,

Serai 6 kg,

Deterjen 20g,

20 liter  air

Cara membuat : Daun mimba, lengkuas, dan serai ditumbuk atau dihaluskan. Seluruh bahan  diaduk  merata dalam 20 l air,  lalu  direndam  sehari semalam (24 jam). Keesokan harinya larutan disaring dengan kain halus. Larutan hasil penyaringan diencerkan kembali dengan n kain halus. Larutan hasil penyaringan diencerkan kembali dengan 600 l air. Larutan sebanyak itu dapat digunakan untuk lahan seluas 1 ha.

 

Pakcoy

Sayur termasuk komoditi hortikultura yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Hingga saat ini konsumsi sayur jenis kubis-kubisan meningkat hingga 7.94% dengan luas panen meningkat 2.12% (BPS, 2022). Kubis-kubisan termasuk famili Brassicacea yang merupakan tanaman semusim atau dua musim. Petsai dibedakan menjadi petsai-sin (Brassicapekinensis L.) dan pakcoy (Barissicachinensis L.). Meningkatnya  kebutuhan  sayur  untuk  konsumsi  di  Indonesia  didasari  oleh  kesadaran  manyarakat  urban  terhadap konsumsi  sayuran  dalam  pemenuhan  kebutuhan  vitamin  dan  mineral.  Untukmenghasilkan  sayuran  segar,  sehat  dan bermutu  tinggi  diperlukan  penanganan  yang  baik.  Mulai  pada  tahap  penanaman,  penanggulangan  terhadap  hama  dan penyakit  hingga  distribusinya  sampai  kepada  konsumen. Meskipun  pada  perkembanganya,  petani  dihadapkan  pada kendala serangan hama dan patogen penyakit.

Penyakit  yang  menyerang  tanaman  kubis-kubisan  termasuk  didalamnya  adalah  tanaman  pakcoy  diantaranya  adalah penyakit akar gada (Plasmodiophora brassicae), penyakit bercak daun alternaria (Alternaria brassiccicola), dan penyakit busuk  daun  (Phytoptora sp).    Penyakit  akar  gada  adalah  penyebab  menurunan  hasil  panen  petani  terbesar  yang mengakibatkan  kerugian  24-28% (Pratamaet  al.,  2017). Penyakit  ini  menyebabkan  terjadinya  bengkak  pada  akar sehingga menghambat penyerapan hara oleh tanaman. Spora patogen bisa bertahan ditanah selama 18 tahun (Khalid et al.,  2022). Selain  serangan  patogen,  pakcoy  juga  diserang  oleh  hama  tanaman.  Hama  yang  banyak  menyerang  daun tanaman kubis-kubisan di antaranya belalang, ulat grayak, kutu hitam, ulat perusak daun (Aprilianto dan Setiawan, 2014), dan lalat penggorok daun.

Ulat grayak atau Spodoptera lituraberukuran sekitar 15-25 mm, berwarna hijau tua kecoklatan dengan totol-totol hitam di setiap ruas buku badannya (Fattah dan Ilyas, 2016). Berbeda dengan ulat grayak Spodoptera exigua, mempunyai ukuran yang sama dengan Spodoptera lituratetapi warna tubuhnya hijau sampai hijau muda tanpa totol-totol hitam di ruas buku badannya (Rauf, 1999). Kedua jenis ulat ini sering menyerang tanaman dengan cara memakan daun hingga menyebabkan daun berlubang-lubang terutama pada daun muda (Dirgayanaet al., 2021). Berdasarkan pengamatan pada petak tanam, serangan yang disebabkan oleh ulat grayak mencapai 10% atau skor 1. Agar tanaman  tidak  terserang,  maka  perlu  dilakukan  pencegahan  yaitu  dengan  melakukan  sanitasi  lahan  dengan  baik  dan pengendalian secara fisik jika jumlah populasi serangga masih di bawah ambang b atas pengendalian. Selain itu juga perlu dilakukan dengan cara memasang perangkap (trap) kupu-kupu di beberapa tempat. Perangkap ini dibuat dari botol-botol bekas  air  mineral  yang  diolesi  dengan  produk  semacam  lem  yang  mengandung  hormon  sex  pemanggil  kupu-kupu.Apabila populasi serangga pada tanaman sudah berada di atas ambang pengendalian maka pengendalian secara kimiawi dapat  dilakukan.  Pengendalian  kimiawi  dapat  dilakukan  di  antaranya  dengan  aplikasi  insektisida  Matador  25  EC, Curacron 500 EC dan Buldok 25 EC. Dosis yang digunakan disesuaikan dengan anjuran pada label kemasan. Kutu daun Myzus persicaememiliki ukuran tubuh yang kecil antara 0,6-3 mm dan lebih ramping dibandingkan kutudaun jenis Aphis gossypii. Gejala serangan yang diakibatkannya adalah bercak kering pada daun dan menyebabkan tanaman megering,  tubuh  kerdil,  keriput,  warna  daun  kekuningan,  layu  dan  mati(Anas et  al.,  2021). Serangan  hama  ini  dapat menghancurkan seluruh tanaman. Hama menghisap getah daun, batang dan akar. Serangga hama tersebut mengeluarkan cairan  yang manis  yang dapat  menyebabkan  timbulnya  virus  pada  tanaman (Tanjung et  al.,  2018).Tingkat  keparahan yang  disebabkan  oleh  kutu  daun  pada  tanaman  pakcoy  di  petak  tanam  didapati  sebesar  5%,  lebih  kecil  dibandingkan serangan yang disebabkan oleh ulat grayak. Serangga hama berikutnya adalah belalang (Oxya sp.). Belalang menyerang tanaman pakcoy paling parah dibandingkan serangan  hama  lainnya.  Hal  ini  diduga  karena  kelimpahan  pakan  belalang  di  petak  tanaman  pakcoy  sehingga  dapat berkembang biak dengan cepat dilokasi tersebut. Hal tersebut sejalan dengan penelitian (Prakoso, 2017) yang menyatakan bahwa  ekosistem mempengaruhi kelimpahan belalang pada suatu tempat, berkaitan dengan ketersediaan makanan dan kondisi  lingkungannya.  Penelitian  yang  dilakukan  olehAprilianto  dan  Septiawan  (2014), serangan  belalang  belum mampu  menurunkan  preferensi  serangan  hama  belalang,  namun  tidak  mengganggu  pertumbuhan  kacang  panjang  dan pakcoy. Hal ini disebabkan oleh penggunaan pupuk dan perlakuan tumpang sari antara kacang panjang dan pakcoy. Ulat  perusak  daun  (Plutella  xylostella)  adalah  salah  satu  hama  penting  pada  tanaman  kubis(Susniahti et  al.,  2017). Serangan yang diakibatkan menyebabkan bercak berwarna putih, selanjutnya bercak akan berlubang dan jika serangan berat maka tinggal tulang daunnya saja.Pada penelitian ini tingkat keparahan yang disebabkan oleh ulat daunPlutella xylostella sebesar 5%. Ulat daun Plutella xylostella biasanya menyerang daun muda berumur 2-4 minggu. Pengendalian hayati dilakukan untuk mengurangi dampak kerusakannya(Winarto dan Nazir, 2009). Beberapa pengendalian nabati yang sudah dilakukan adalah dengan penggunaan ekstrak biji mahoni dengan tingkat mortalitas hingga 80% (Herviyanti et al., 2016);  asap  cair  dengan  tingkat  mortalitas  mencapai  65%  dan  tidak  merusak  tanaman  pakcoy (Malvini dan  Nurjasmi, 2019). Kepik hijau (Nezara viridula) dan Kepik cokelat (Riptortus linearis F) menyerang tanaman pakcoy sebesar 5% dan 2,5% pada  petak pengmatan  di    OJ  farm.  Kepik hijau  dan  cokelat  menyerang  berbagai  jenis  tanaman.  Serangan  kepik  pada tanmaan kedelai menyebabkan polong kedelai berwarna bintik-bintik cokelat, berat biji rendah karena kepik menghisap cairan pada polong (Manurung et al., 2016). Serangan hamakepik terjadi pada 28 hari setelah tanam (hst)karena kedelai berbunga dan berpolong pada 28-49 hari setelah tanam (Dirgayana et al., 2021). Berbeda pada pakcoy, serangan kepik coklet lebih tinggi dibandingkan yang disebabkan oleh kepik hijau pada tanaman kedelai. Serangga hama berikutnya yaitu kumbang (Phyllotretasp.) menyerang bagian tanaman sawi dengan cara melubangi daun, berbentuk  bulat    sedikit  lonjong  tampak  banyak  bintik-bintik  berwarna  kuning.  Serangan  yang  berat  daun  tampak berbintik  kuning  mengering  sehingga  menurunkan  nilai  ekonomi  dari  tanaman  tersebut.  Tingkat  keparahan  yang disebabkan oleh kumbang daun pada petak penelitian adalah sebesar 2,5%. Pengendalian hama dngan cara penyungkupan dan pemberian insektisida jenis alfametrin mampu menurunkan tingkat kerusakan yang disebabkan oleh kumbang daun (Oktavianty et  al., 2012). Selanjutnya  juga  ditemukan lalat  penggorok daun (Liriomyzasp.) yang menyerang tanaman sawi adalah jenis Liriomyzabrassicaedengan ciri-ciri imago berwarna hitam kecokelatan, berukuran 1,4-1,7 mm, antena berwarna  hitam,  tungkainya  berwarna  kuning  kecokelatan(Siti et  al.,  2014).  Serangan  yang  disebabkan  oleh  lalat penggorok daun menimbilkan gejala seperti membentuk korokan yang dimulai dari ujung daun dan lama kelamaan akan menyebar ke seluruh bagian daun(Hikmah et al., 2013). Tingkat keparahan yang disebabkan oleh hama lalat penggorok   daun jenis ini sebesar 3,75% menyerang tanaman pakcoy di OJ Farm.Satu-satunya jenis penyakit yang ditemukan menyerang tanaman pakcoy di OJ Farm adalah busuk daun Phytoptorasp. Tingkat keparahan penyakit yang disebabkan oleh busuk daun sebesar 7,5%. Hal ini mungkin disebabkan oleh kondisi.

 

 

 

 

PENGENDALIAN HAMA-HAMA PENTING  PADA TANAMAN PAKCOY

Pembuatan Ekstrak Bahan Nabati dengan Pelarut Metanol Bahan nabati segar sebanyak 25 g dicincang kemudian diekstrak dengan pelarut metanol sebanyak 100 ml selama 15 menit. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan blender. Hasil ekstraksi disentrifusi selama 20 menit dengan kecepatan 3.000 rpm, kemudian diuapkan menggunakan freezer dryer hingga volume ± 1 ml. Larutan tersebut kemudian diencerkan menggunakan akuades menjadi konsentrasi 5% dan selanjutnya larutan siap digunakan untuk perlakuan.

Pembuatan Ekstrak Bahan Nabati dengan Pelarut Air Bahan nabati segar sebanyak 100 g dicincang kemudian diekstrak dengan pelarut air dengan perbandingan 1:3. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan homogenizer/blender selama 15 menit. Hasil ekstraksi dibiarkan selama 24 jam kemudian disaring menggunakan kain halus dan selanjutnya larutan siap digunakan sebagai perlakuan.

Bawang Merah

Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional. Komoditas ini juga merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah (Rp. 2,7 triliun/tahun), dengan potensi pengembangan areal cukup luas mencapai ± 90.000 ha (Dirjen Hortikultura 2005). Bawang merah dihasilkan di 24 dari 32 provinsi di Indonesia. Penghasil utama (luas areal panen > 1.000 hektar per tahun) bawang merah adalah Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogya, Jawa Timur, Bali,  NTB, dan Sulawesi Selatan.

Beberapa masalah yang dihadapi dalam budidaya bawang merah, antara lain adalah : (1) ketersediaan benih bermutu belum mencukupi secara tepat (waktu, jumlah, dan mutu); (2) penerapan teknik budidaya yang baik dan benar belum dilakukan secara optimal; (3) sarana dan prasarana masih terbatas; (4) kelembagaan usaha di tingkat petani belum dapat menjadi pendukung usaha budidaya; (5) skala usaha relatif masih kecil akibat sempitnya kepemilikan lahan dan lemahnya permodalan; (6) produktivitas cenderung mengalami penurunan; (7) harga cenderung berfluktuasi dan masih dikuasai oleh tengkulak; dan (8) serangan OPT semakin bertambah.

Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) bawang merah berada dalam habitat yang ekosistemnya sangat dinamis. Oleh karena itu, hama dan penyakit pada bawang merah tersebut secara ekologis sebagian besar termasuk dalam organisme yang berstrategi (berseleksi) r atau peralihan antara r dan K, dengan ciri-ciri biologis: (1) daya keperidian tinggi, (2) mortalitas alamiah rendah, (3) siklus hidup singkat, (4) cenderung bermigrasi, (5) daya suai pada habitat baru kuat, (6) daya kompetisi antar spesies rendah, dan (7) ukuran tubuh (relatif) kecil. Oleh karena itu, sering terjadi peledakan OPT pada kondisi ekosistem yang mendukung. Keberadaan OPT bawang merah laten dan sering terjadi bahwa sebelum atau pada saat komoditas tersebut ditanam, populasi telah mencapai tingkat yang mendekati ambang kendalinya. Potensi kehilangan hasil oleh OPT utama bawang merah dapat mencapai 138,4 milyar (Anonim 2004).

Salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing bawang merah adalah melalui pengembangan dan penerapan teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Dilihat dari sisi perundang-undangan, PHT telah memperoleh dukungan yang kuat dari pemerintah melalui UU 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, PP No. 6 tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dan Keputusan Menpan No. 887/Kpts/OT/9/1997 tentang Pedoman Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Secara global, PHT atau Integrated Pest Management (IPM) telah memperoleh pengakuan sebagai program pertanian berkelanjutan, antara lain dengan dimasukkannya PHT sebagai salah satu program dalam Agenda 21 Hasil KTT Bumi di Rio de Janeiro.  Tujuan umum program PHT adalah pengembangan sistem pengelolaan hama yang diperbaiki dan berwawasan lingkungan untuk mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan. Untuk itu pengendalian OPT yang akrab lingkungan seperti penggunaan musuh alami (parasitoid, predator dan patogen serangga), memperoleh perhatian dan dukungan.

Hama Penting Pada Tanaman Bawang Merah

Ulat bawang

Serangga dewasa merupakan ngengat dengan sayap depan berwarna kelabu gelap dan sayap belakang berwarna agak putih. Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada ujung daun. Satu kelompok biasanya berjumlah 50 – 150 butir telur. Seekor betina mampu menghasilkan telur rata-rata 1.000 butir. Telur dilapisi oleh bulu-bulu putih yang berasal dari sisik tubuh induknya. Telur berwarna putih,  berbentuk bulat atau bulat telur (lonjong) dengan ukuran sekitar 0,5 mm. Telur menetas dalam waktu 3 hari. Larva S. exigua berukuran panjang 2,5 cm dengan warna yang bervariasi. Ketika masih muda, larva berwarna hijau muda dan jika sudah tua berwarna hijau kecoklatan gelap dengan garis kekuningan-kuningan.

 

Ulat grayak

Ngengat berwarna agak gelap dengan garis putih pada sayap depannya, sedangkan sayap belakang berwarna putih dengan bercak hitam. Seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur sebanyak 2.000 – 3.000 butir. Telur berwarna putih diletakkan berkelompok dan berbulu halus seperti diselimuti kain laken. Dalam satu kelompok telur biasanya terdapat sekitar 350 butir telur. Larva mempunyai warna yang bervariasi, tetapi mempunyai kalung hitam pada segmen abdomen yang keempat dan kesepuluh. Pada sisi lateral dan dorsal terdapat garis kuning. Pupa berwarna coklat gelap terbentuk dalam tanah.

 

Trips 

Tubuhnya tipis sepanjang ± 1 mm dan dengan sayap berumbaiumbai. Warna tubuh kuning dan berubah menjadi coklat sampai hitam jika sudah dewasa. Telur berwarna kekuningan, lama hidup 4 – 5 hari. Nimpa berwarna putih kekuningan lama hidupnya sekitar 9 hari (Gambar 4). Pupa terbentuk dalam tanah, lama hidup sekitar 9 hari. Satu ekor betina mampu menghasilkan telur sebanyak 80 telur (Ronald and Kessing 1991; Chaput and Scooley 1989) . Gejala serangan daun berwarna putih keperak-perakan (Gambar 5). Pada serangan hebat, seluruh areal pertanaman berwarna putih dan akhirnya tanaman mati. Serangan hebat terjadi pada suhu udara rata-rata di atas normal dan kelembaban lebih dari 70%. T. tabaci menyerang paling sedikit 25 famili tanaman seperti kacang-kacangan, brokoli, kubis, wortel, kubis bunga,                                                                                                                                                                   kapas, mentimun, bawang putih, melon, bawang merah, pepaya, nenas, tomat, dan tembakau.

 

PENGENDALIAN OPT PADA TANAMAN BAWANG MERAH

Pengendalian OPT dilakukan dengan sistem PHT, melalui kegiatan pemantauan dan pengamatan, pengambilan keputusan, dan tindakan pengendalian dengan memperhatikan keamanan bagi manusia serta lingkungan hidup secara berkesinambungan. Pemantauan dan pengamatan dilakukan terhadap perkembangan OPT dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Pengambikan keputusan dilakukan berdasarkan hasil analisis data pemantauan dan pengamatan. Keputusan dapat berupa : diteruskannya pemantauan dan pengamatan, atau tindakan pengendalian. Pemantauan dan pengamatan dilanjutkan jika populasi dan atau tingkat serangan OPT tidak menimbulkan kerugian secara ekonomis. Pengendalian dilakukan jika populasi dan atau tingkat serangan OPT dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis.

Pestisida yang dianjurkan pada tanaman bawang merah

Pestisida nabati Penggunaan bahan nabati untuk mengendalikan OPT sudah dilakukan sejak lama, namun demikian penelitian mengenai pengaruh ekstrak tanaman nabati untuk mengendalikan OPT di Indonesia masih sangat sedikit. Beberapa insektisida nabati (pestitani) yang dapat digunakan untuk mengendalikan OPT bawang merah seperti yang dilaporkan oleh Suryaningsih dan Hadisoeganda (2004) disajikan berikut ini.

– AGONAL 866 atau NISELA 866 AGONAL 866 adalah akronim dari nama latin tanaman Azadirachta indica sebanyak 8 bagian, Cymbopogon nardus sebanyak 6 bagian dan Alpinia galanga sebanyak 6 bagian. Menggunakan bahasa/nama lokal, akronim tersebut adalah NISELA 866 yaitu nimba sebanyak 8 bagian, serai wangi sebanyak 6 bagian dan laso sebanyak 6 bagian. Bahan baku : Untuk 1 ha pertanaman dibutuhkan daun A. indica (nimba) sebanyak 8 kg, daun C. nardus (serai wangi) 6 kg dan rimpang Alpinia galanga (laos) 6 kg.

– TIGONAL 866 atau KISELA 866 TIGONAL 866 adalah akronim dari nama latin tanaman Tithonia diversifolia sebanyak 8 bagian, C. nardus 6 bagian, A. galanga 6 bagian. Akronim nama lokal adalah KISELA 866 yaitu : kipahit sebanyak 8 bagian, serai wangi 6 bagian dan laos 6 bagian. Bahan baku : Untuk 1 ha pertanaman dibutuhkan daun T. diversifolia (kipahit) sebanyak 8 kg, daun C. nardus (serai wangi) 6 kg dan rimpang  A. galanga (laos) 6 kg.

– PHROGONAL 966 dan BISELA 866 PHROGONAL 866 adalah akronim dari nama latin tanaman Tephrosia candida sebanyak 8 bagian, C. nardus 6 bagian, A. galanga 6 bagian. Akronim nama lokal adalah BISELA 866 yaitu : kacang babi sebanyak 8 bagian, serai wangi 6 bagian dan laos 6 bagian.

Cara meracik : Semua bahan dicacah, dicampur dan digiling sampai halus (Gambar 24), kemudian ditambah dengan 20 l air bersih dan diaduk selama 5 menit, lalu diendapkan selama 24 jam. Suspensi disaring, larutan atau ekstrak diencerkan sebanyak 30 kali dengan cara menambah air bersih sebanyak 580 l sehingga volume ekstrak kasar menjadi 600 l. Sebagai bahan perata dapat ditambah 0,1 g sabun atau deterjen per 1 l ekstrak (60 g per 600 l ekstrak).  Cara dan waktu aplikasi : Pestitani disemprotkan ke seluruh bagian tanaman pada sore hari, dengan interval penyemprotan 4 hari.

 

Sumber Pustaka :

  1. Cyber Extension, Pustaka Kementerian Pertanian Republik Indonesia
  2. Pusat Penyuluhan Pertanian, BPPSDMP, Kementerian Pertanian Republik Indonesia

PENGENDALIAN OPT

Bagaimana kami dapat membantu Anda?

Hubungi kami di Kantor Dinas Pertanian (Jl. Bojong Gebang, Desa Wonoharjo, Kec. Pangandaran Kab. Pangandaran) atau kirimkan pertanyaan secara online.